Absen : 04
Sejarah
Perkembangan Islam Di Indonesia | ARIQ RAGATRA (06)
A.Pendahuluan
Lahirnya agama Islam yang dibawa
oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang
luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam merupakan gerakan
raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.
Masuk dan berkembangnya Islam ke
Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan
terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada
perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa
Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam
masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M. (A.Mustofa,Abdullah,1999:
23). Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah
Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.(Taufik
Abdullah:1983)
Datangnya Islam ke Indonesia
dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah,
perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan,
yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di
Indonesia.
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh
lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh.
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh
Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan
militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan
dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20).
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal.
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal.
B. Perkembangan Islam di Indonesia
a.
Akselerasi perkembangan Islam pada umumnya .
Sejarah telah mencatat bahwa semua agama disiarkan dan
dikembangkan oleh para pembawanya yang di sebut utusan Tuhan dan para
pengikutnya. Pengembangan dan penyiaran agama Islam termasuk paling dinamis dan
cepat dibandingkan dengan agama-agama lainnya.[1][1] Akselerasi
dan dinamika penyebaran Islam disebabkan adanya faktor-faktor yang dimiliki
oleh Islam pada periode permulaannya faktor-faktor itu antara lain adalah:
1.
Faktor ajaran Islam itu sendiri.[2][2]Ajaran Islam
baik di bidang aqidah,syariah dan akhlaqnya mudah dimengerti oleh semua lapisan
masyarakat, dapat diamalkan secara luwes dan ringan, selalu memberikan jalan
keluar dari kesulitan.
2.
Faktor tempat kelahiran Islam, yaitu
jazirah Arabia. Jazirah Arab lokasinya sangat strategis, sehingga hubungan
dengan dunia luar sangat mudah. Juga keadaan iklim yang panas dan kering. Serta
daerah padang pasir dan gunung-gunung yang tandus memaksa kepada penduduknya
untuk mencari kehidupan dengan cara berdagang.
C.
Awal masuk dan perkembangnya Islam di Indonesia
Ada dua faktor utama yang manyebabkan Indonesia mudah
dikenal oleh bangsa lain. Khususnya oleh bangsa-bangsa timur tengah.
1.
Faktor letak geografisnya yang strategis.
2.
Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan
bahan-bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh bangsa-bangsa lain.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika masuknya Islam ke
Indonesia terjadi tidak terlalu jauh dari zaman kelahirannya. Ilmu sejarah
memerlukan bukti otentik tentang permulaan masuknya Islam di Indonesia. namun,
sampai sekarang masih mengalami kesulitan-kesulitan yang principal:
a. Buku-buku sejarah Indonesia banyak yang di tulis oleh
orang-orang belanda pada zaman pemerintahan belanda menjajah Indonesia.
b. Buku-buku sejarah yang ada sering mengemukakan bukti berupa
cerita rakyat yang hidup dan di percayai oleh orang banyak sejak dahulu sampai
sekarang.
Beberapa pendapat tentang permulaan islam di Indonesia
antara lain sebagai berikut :
Bahwa kedatangan Islam pertama di
Indonesia tidak indentik dengan berdirinya kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia adalah para pedagang bukan misi
tentara dan bukan pelarian politik, sehingga mereka tidak berambisi untuk
mendirikan kerajaan. Jadi masa tenggang antara kedatangan orang Islam pertama
di Indonesia dengan berdirinya kerajaan Islam pertama adalah sangat lama.
Ada beberapa teori
tentang orang Islam yang pertama dating dan berdakwah Islam di Indonesia.
1.
Mubaligh dari persi (Iran), pada
pertengahan abad 12 M. Alasannya karena kerajaan Islam di Indonesia bernama
pase(pasai) berasal dari persi.[3][3] Di tambah
dengan kenyataan bahwa orang Islam Indonesia sangat hormat terhadap keturunan
sayid atau habib yaitu keturunan Hasan dan Husen putra Ali bin Abi Thalib.
2. Mubaligh dari India barat, tanah
Gujarat. Alasannya,karena ada persamaan bentuk nisan dan gelar nama dari
mubaligh yang oleh Belanda dianggap sebagai kuburan orang-orang Islam yang
pertama di Indonesia.
Dua
macam pendapat tersebut sekarang sudah di anggap lemah.
Seminar masuknya agama Islam di
Indonesia yang diselenggarakan di Medan pada tahun 1963 menyimpulkan sebagai
berikut:
1.
Menurut sumber bukti yang terbaru , Islam pertama kali datang ke
Indonesia abad ke 7 M atau 1 Hijriah dibawa oleh pedagang dan mubaligh dari
negeri Arab.
2. Daerah pertama yang di masuki ialah
pantai barat pulau Sumatra (daerah baros). Adapun kerajaan Islam yang pertama
ialah di pase.
3. Dalam proses pengislaman
selanjutnya, orang-orang Islam bangsa Indonesia ikut aktif mengambil bagian yang berperan dan prosesnya berjalan
secara damai.
4. Kedatangan Islam di Indonesia ikut
mencerdaskan rakyat dan membina karakter bangsa . terbukti pada perlawanan
rakyat terhadap penjajah
Jika orang Islam pertama di Indonesia itu di tetapkan abad 1
Hijriah maka mereka itu dalam pengalaman agama kelahiran al salaf al saleh
(golongan angkatan pertama terdahulu yang saleh).[4][4]
Karena pada abad ke 1 hijriah belum di kenal adanya mazhab.
Dengan beberapa faktor penunjang keberhasilan seperti sikap
ramah,sederhana, para mubaligh Islam berdakwah kepada rakyat awam dan kepada
para penguasa sekaligus.proses pembentukan dan pengembangan masyarakat Islam
yang pertama melalui bermacam-macam kontak misal: jual beli,perkawinan dan
dakwah langsung baik secara individu maupun kolektif.[5][5]
D.Pendidikan
Islam pada masa permulaan di Indonesia
Pendidikan Islam di Indonesia tidak
bisa lepas dari perjalanan sejarah perkembangan Islam di Indonesia sendiri.
Seperti yang sudah diuraikan di atas bahwa penyiaran agama Islam di Indonesia sudah
dimulai sejak abad ke-7 M yaitu pada zaman khalifah Usman dan berkembang dengan
berakhirnya parang salib yang menyebabkan kemunduran dunia Islam. Oleh karena
itu tersiarnya agama Islam di Indonesia diwarnai oleh konflik-konflik yang
kurang menguntungkan.
Pada awal berkembangnya agama Islam
di Indonesia. Pendidikan Islam dilaksanakan secara informal.[6][6] Agama Islam
datang ke Indonesia dibawa oleh pedagang muslim, sambil berdagang mereka
menyiarkan agama Islam kepada orang-orang di sekeliling mereka yaitu
orang-orang yang membeli barang-barang dagangannya. Setiap ada kesempatan
mereka memberikan pendidikan dan ajaran agama Islam.
Pendidikan dan pengajaran Islam
secara informal ini ternyata membawa hasil yang sangat baik. Berangsur-angsur
agama Islam tersiar di seluruh kepulauan
Indonesia. Karena dengan cepatnya Islam menyebar di seluruh Indonesia dan
karena mudahnya orang masuk Islam yaitu
dengan mengucapkan dua kalimat syahadat . maka banyak sekali orang tua yang
tidak memiliki ilmu agama Islam yang cukup untuk mendidik anak-anak mereka.
Maka mereka menyuruh anak-anak mereka pergi ke langgar/surau untuk mengaji
kepada sang guru ngaji atau guru agama. Bahkan di masyarakat yang kuat agamanya
ada suatu tradisi yang mewajibkan anak-anak yang sudah berumur 7 tahun
meninggalkan rumah dan tinggal di langgar/surau untuk mangaji pada guru agama.[7][7]
Di pusat-pusat pendidikan seperti
surau,langgar,masjid,bahkan serambi rumah sang guru murid-murid berkumpul baik
yang besar atau kecil,duduk di lantai,mengaji. Waktu belajar mengajar biasanya
diberikan di waktu petang sebab waktu siang anak-anak membantu orang tuanya dan
sang guru juga berkerja mencari nafkah untuk keluarganya. Itulah sebabnya
pelajaran agama dan latihan beragama mendapat dukungan dari orang tua.bahkan
dari masyarakat kampung / desa itu.[8][8]
Tempat-tempat pendidikan Islam
seperti inilah yang menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok
pesantren dan pendidikan Islam formal yang berbentuk madarasah atau sekolah
yang berdasar keagamaan.[9][9] Pondok
pesantren tumbuh sebagai perwujudan dari strategi umat Islam untuk
mempertahankan eksistensinya terhadap pengaruh penjajahan barat. Serta akibat
surau/langgar yang tidak dapat lagi menampung jumlah anak-anak yang ingin
mengaji.
Sistem pondok pesantren tumbuh dan
berkembang dimana-mana dan ternyata mempunyai peranan penting dalam usaha
mempertahankan eksistensinya dari serangan atau penindasan baik fisik maupun
mental dan kaum penjajah.
Usaha untuk menyelenggarakan
pendidikan Islam menurut rencana yang teratur sebenarnya telah di mulai sejak
tahun 1476 dengan berdirinya Bayangkara Islah di Bintara Demak yang ternyata
merupakan organisasi pendidikan Islam yang pertama di Indonesia. Sistem
pendidikan agama Islam mengalami perubahan sejalan dengan itu pemerintahan
jajahan (belanda) mulai mengenalkan sIstem pendidikan formal yang lebih
teratur.
E.
Pendidikan Islam pada masa raja-raja Islam
Pusat Keunggulan Pengkajian Islam
Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh
A.Masuk dan Berkembangnya Islam di
Aceh
Hampir
semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula dimasuki
Islam ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4). Berdasarkan kesimpulan
seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada
tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:
- Islam
untuk pertama kalinya telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan
langsung
dari Arab.
- Daerah
yang pertama kali didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera,adapun
kerajaan
Islam yang pertama adalah di Pasai.
- Dalam
proses pengislaman selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif
mengambil
peranan dan proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
- Keterangan Islam di Indonesia, ikut
mencerdaskan rakyat dan membawa
peradaban yang
tinggi dalam membentuk kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik
Abdullah, 1983: 5)
Masuknya Islam ke Indonesia ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari
Arab. (Musrifah, 2005: 10-11).Dan jalur yang digunakan
adalah:
a. Perdagangan, yang mempergunakan sarana
pelayaran .
b. Dakwah, yang dilakukan oleh mubaligh
yang berdatangan bersama para
pedagang, para
mubaligh itu bisa dikatakan sebagai sufi pengembara.
c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara
pedagang muslim, mubaligh dengan
anak bangsawan
Indonesia, yang menyebabkan terbentuknya inti sosial yaitu
keluarga muslim
dan masyarakat muslim.
d. Pendidikan. Pusat-pusat perekonomian itu
berkembang menjadi pusat
pendidikan dan
penyebaran Islam.
e. Kesenian.
Jalur yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama
di Jawa adalah
seni.
Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat penyebaran Islam, apalagi
sebelum
masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih dahulu ke daerah-daerah Persia dan
India, dimana kedua daerah ini banyak memberi pengaruh kepada perkembangan
kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan agama Islam di daerah Aceh, peranan
mubaligh sangat besar, karena mubaligh tersebut tidak hanya berasal dari Arab,
tetapi juga Persia, India, juga dari Negeri sendiri.
Ada dua faktor penting yang menyebabkan masyarakat Islam
mudah berkembang di Aceh, yaitu:
1. Letaknya sangat strategis dalam hubungannya dengan
jalur Timur Tengah dan
Tiongkok.
2. Pengaruh Hindu –
Budha dari Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu
berakar kuat dikalangan rakyat Aceh,
karena jarak antara Palembang dan Aceh
cukup jauh.(A.Mustofa, Abdullah,
1999: 53)
Sedangkan Hasbullah mengutip pendapat Prof. Mahmud Yunus,
memperinci faktor-faktor yang menyebabkan Islam dapat cepat tersebar di seluruh
Indonesia (Hasbullah, 2001: 19-20), antara lain:
a. Agama Islam tidak sempit dan berat
melakukan aturan-aturannya, bahkan
mudah ditiru oleh
segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk agama
Islam saja cukup
dengan mengucap dua kalimah syahadat saja.
b. Sedikit tugas dan kewajiban Islam
c. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan
cara berangsur-angsur sedikit demi
sedikit.
d. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara
bijaksana.
e. Penyiaran Islam dilakukan dengan
perkataan yang mudah dipahami umum,
dapat dimengerti
oleh golongan bawah dan golongan atas.
Konversi massal masyarakat Nusantara kepada Islam pada masa
perdagangan terjadi karena beberapa sebab (Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:
1. Portilitas (siap pakai) sistem keimanan
Islam.
2. Asosiasi
Islam dengan kekayaan. Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu
dan berinteraksi dengan orang muslim
pendatang di pelabuhan, mereka adalah
pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan
dan kekuatan ekonomi, mereka bisa
memainkan
peranan penting dalam bidang politik dan diplomatik.
3. Kejayaan militer. Orang muslim dipandang
perkasa dan tangguh dalam
peperangan.
4. Memperkenalkan tulisan. Agama Islam
memperkenalkan tulisan ke berbagai
wilayah Asia
Tenggara yang sebagian besar belum mengenal tulisan.
5. Mengajarkan penghapalan Al-Qur’an. Hapalan
menjadi sangat penting bagi
penganut baru,
khususnya untuk kepentingan ibadah, seperti sholat.
6. Kepandaian dalam penyembuhan. Tradisi
tentang konversi kepada Islam
berhubungan
dengan kepercayaan bahwa tokoh-tokoh Islam pandai
menyembuhkan.
Sebagai contoh, Raja Patani menjadi muslim setelah
disembuhkan dari
penyakitnya oleh seorang Syaikh dari Pasai.
7. Pengajaran tentang moral. Islam
menawarkan keselamatan dari berbagai
kekuatan jahat dan kebahagiaan di akhirat
kelak.
Melalui faktor-faktor dan sebab-sebab tersebut, Islam cepat
tersebar di seluruh Nusantara sehingga pada gilirannya nanti, menjadi agama
utama dan mayoritas negeri ini.
B Pusat Keunggulan Pengkajian Islam
Pada Tiga Kerajaan Islam di Aceh.
1. Zaman Kerajaan Samudra
Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia
adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja
pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan
yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H).
(Mustofa Abdullah, 1999: 54)
Pada tahun 1345, Ibnu Batutah
dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik
Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i,
mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta
mempraktekkan pola hidup yang sederhana. (Zuhairini,et.al, 2000: 135)
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
a. Materi pendidikan dan pengajaran agama
bidang syari’at adalah Fiqh mazhab
Syafi’i
b. Sistem pendidikannya secara informal
berupa majlis ta’lim dan halaqoh
c. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama
d. Biaya pendidikan bersumber dari
negara.(Zuhairini, et.al., 2000: 136)
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai
mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat
tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di
Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat
orang-orang berpendidikan”.(M.Ibrahim, et.al, 1991: 61)
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai
pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan
banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan
bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu
pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan
pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim
pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari
Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau
halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru
duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid
menghadap guru.
2. Kerajaan Perlak
2. Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam kedua di
Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun
1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama yang baik
sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan
daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari
pengaruh Hindu.(Hasbullah, 2001: 29)
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki
pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi,
materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi,
ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata egara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat.
Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran
Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan
pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan
Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal
sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang
ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi
dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga
mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi,
misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.(A.Mustofa, Abdullah, 1999:
54)Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah
berjalan cukup baik.
3. Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam
adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam
Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat
menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M).
Bentuk teritorial yang terkecil dari
susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai
oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan
dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid
merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan
pimpinan mukim disebut Imeum mukim.(M. Ibrahim, et.al., 1991: 75)
Jenjang pendidikan yang ada di
Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang
berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai
multi fungsi antara lain:
- Sebagai tempat belajar Al-Qur’an
- Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang
diajarkan yaitu menulis dan membaca
huruf Arab, Ilmu
agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
- Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu
untuk kampung itu.
- Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat
membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
- Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
- Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari
menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
- Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi
sengketa antara anggota kampung.
- Tempat bermusyawarah dalam segala urusan
- Letak meunasah harus berbeda dengan letak
rumah, supaya orang segera dapat
mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat
sholat. (M. Ibrahim, 1991: 76)
Selanjutnya sistem pendidikan di
Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab
Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri
adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di
dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat
pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu
tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak
jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut
Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap
rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan
yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga
diselenggarakan disetiap mukim. (Hasbullah, 2001: 32)
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh
Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat
lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan yaitu:
1. Balai Seutia
Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama,
ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Balai Seutia
Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah
pendidikan dan pengajaran.
3. Balai Jama’ah
Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana
berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu
pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber
ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjanaya yang terkenal di dalam dan luar
negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan
ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat
pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu
hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu
kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari
berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini
mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan
serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran
agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat
di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang pernah datang ke kerajaan
Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul
Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani
ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang
mengajar logika. (M.Ibrahim,et.al., 1991: 88)
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya
yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang
pujangga dan guru agama yang terkena dengan ajaran tasawuf yang beraliran
wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab
Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan
karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu.
Ulama penting lainnnya adalah
Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah
murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab
yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.
Ulama dan pujangga lain yang
pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang
paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab
maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan
Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul
Salatin.
Pada masa kejayaan
kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak
didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah satu masjid yang
terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan
mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para
ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka
dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat
studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89)
studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89)
- KESIMPULAN
Pendidikan merupakan suatu proses
belajar engajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk
menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai
yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan
ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah
proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim
yang baik (insan kamil) Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa kerajaan
Islam di Aceh, tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan peran para
ulama serta pujangga, baik dari luar maupun setempat, seperti peran Tokoh
pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin A-Raniri,
yang menghasilkan karya-karya besar sehingga menjadikan Aceh sebagai pusat
pengkajian Isl
No comments:
Post a Comment