Muhammad Sultan Basyirudin (22)
Pasukan Banten menyerang Batavia pada 1652 juga dimulai dari Tangerang dan Angke.Untuk
meredakan perlawanan tersebut, VOC mengirimkan utusan sebanyak dua kali
pada tahun 1655 dengan menawarkan pembaharuan perjanjian tahun 1645
disertai hadiah-hadiah yang menarik, namun keseluruhannya ditolak oleh
Sultan Ageng Tirtayasa. Bahkan Sultan Ageng Tirtayasa menanggapinya
dengan memerintahkan pasukan Banten pada tahun 1656 untuk melakukan
gerilya besar-besaran dengan mengadakan pengerusakan terhadap
kebun-kebun tebu, pencegatan serdadu patroli VOC, pembakaran markas
patroli, dan pembunuhan terhadap beberapa orang Belanda yang keseluruhan
dilakukan pada malam hari[33]. Selain itu, pasukan Banten juga merusak
kapal-kapal milik Belanda yang berada di pelabuhan Benten, sehingga
untuk memasuki Banten, diperlukan pasukan yang kuat untuk mengawal
kapal-kapal tersebut.Saat perlawanan sering terjadi, Sultan
Ageng Tirtayasa seringkali mengadakan hubungan kerjasama dengan
kesultanan lain, seperti kesultanan Cirebon dan Mataram serta dengan
Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark[34]. Hal ini dilakukan agar Banten
dapat memperkuat kedudukan dan kekuatannya dalam menghadapi kekuatan
VOC. Dari Turki, Inggris, Perancis, dan Denmark inilah Banten
mendapatkan banyak bantuan berupa senjata api. Sultan Ageng Tirtayasa
pun melakukan penyatuan terhadap daerah yang dikuasai oleh kesultanan
Banten, yaitu Lampung, Bangka, Silebar, Indragiri dalam kesatuan pasukan
Surosowan[35].Menghadapi kenyataan tersebut, VOC pun
melakukan penyatuan kekuatan dengan menyewa serdadu-serdadu dari Kalasi,
Ternate, Bandan, Kejawan, Bali, Makasar, dan Bugis karena serdadu
Belanda jumlahnya sedikit. Pada saat terjadi perlawanan, serdadu-serdadu
pribumi inilah yang melawan pasukan Banten, sedangkan serdadu Belanda
lebih banyak berada dibelakang serdadu pribumi tersebut[36].Semakin
kuatnya pasukan Banten, ditambah dengan kurangnya persiapan VOC dalam
menghadap Banten karena sedang berperang dengan Makasar[37] membuat VOC
pada sekitar bulan November dan Desember 1657 mengajukan penawaran
gencatan senjata[38]. Pertempuran antara Banten dan VOC ini sangat
merugikan kedua belah pihak. Gencatan senjatapun baru dapat dilakukan
setelah utusan VOC dari Batavia mendatangi Sultan Ageng Tirtayasa pada
tanggal 29 April 1658 dengan membawa rancangan perjanjian yang berisi
sepuluh pasal. Diantara pasal tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa
mengajukan dua pasal perubahan. Namun, hal tersebut ditolak oleh VOC
sehingga perlawanan dan peperangan kembali terjadiPenolakan
dari VOC tersebut semakin menguatkan keyakinan Sultan Ageng Tirtayasa
bahwa tidak akan ada kesesuaian pendapat antara kesultanan Banten dengan
VOC sehingga jalan satu-satunya adalah dengan kekerasan, yaitu
berperang. Oleh sebab itu, Sultan Ageng Tirtayasa mengumumkan perang
sabil dengan terlebih dahulu mengirimkan surat ke VOC pada tanggal 11
Mei 1658[39]. Menurut Djajadiningrat (1983:71) dan Tjandrasasmita
(1967:12-16), pertempuran antara VOC dengan pasukan Banten berlangsung
secara terus menerus mulai dari bulan Mei 1658 sampai dengan tanggal 10
Juli 1659.Pada dasarnya, perlawanan Banten terhadap VOC setelah
adanya keinginan untuk melakukan gencatan senjata dipicu oleh
terbunuhnya Lurah Astrasusila diatas kapal VOC. Lurah Astrasusila yang
saat itu menyamar sebagai pedagang kelapa membunuh beberapa orang
Belanda di atas kapal bersama kedua temannya. Namun, apa yang
dilakukannya berhasil diketahui oleh orang-orang Belanda lain diatas
kapal tersebut. Akibatnya Lurah Astrasusila bersama kedua temannya
dibunuh diatas kapal tersebut. Berita mengenai terbunuhnya Lurah
Astrasusila diketahui oleh Sultan Ageng Tirtayasa sehingga memicu aksi
balas dendam dan perlawanan dari Banten (Djajadiningrat, 1983:73).Penyerangan
yang dilakukan Benten secara terus menerus terhadap VOC membuat
kedudukan VOC semakin terdesak sampai medekati batas kota Batavia.
Akhirnya VOC mengajukan gencatan senjata. Menyadari bahwa Banten akan
menolak perjanjan gencatan senjata, maka VOC membujuk sultan Jambi untuk
mengakomodasi perjanjian tersebut. Maka sultan Jambi pun mengirimkan
utusannya yaitu Kiyai Damang Dirade Wangsa dan Kiyai Ingali Marta
Sidana. Pada tanggal 10 Juli 1659[40], ditandatangani perjanjian
gencatan senjata antara Banten dan VOC.Gencatan senjata ini
dimanfaatkan oleh Sultan Ageng Tirtayasa untuk melakukan konsolidasi
kekuatan, diantaranya menjalin hubungan dengan Inggris, Perancis, Turki,
dan Denmark[41], dengan tujuan memperoleh bantuan senjata. Gencatan
senjata ini membuat blokade yang dilakukan oleh VOC terhadap pelabuhan
Banten kembali dibuka. Berbagai cara yang dilakukan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa membuat Banten berkembang dengan pesat. Hal tersebut memicu
Gubernur Jendral Ryklop van Goens sebagai pengganti Gubernur Jendral
Joan Maetsuyker menulis surat yang ditujukan kepada kerajaan Belanda
tertanggal 31 Januari
1679[42] tentang usaha untuk menghancurkan dan
melenyapkan Banten.
Sumber :http://brainly.co.id/tugas/65052
No comments:
Post a Comment