Cerita Mahabarata memang berasal dari India yang notabene adalah pemeluk agama Hindu. Tetapi Mahabarata juga sudah dikenal di Indonesia sejak sebelum Sunan Kalijaga menciptakan pementasan Wayang Kulit untuk pertama kali. Pada waktu itu Sunan Kalijaga memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam cerita Mahabarata, seperti:
Semar
1. Pusaka andalan para Pandawa adalah Jamus Kalimasada = Kalimat Sahadat.
2. Penanggalan yang digunakan oleh para Pandawa adalah penanggalan Hijriah, sedangkan Kurawa menggunakan penanggalan India (Lunisolar) yg dalam 1 tahun terdapat selisih 11 hari (bisa dibuktikan berdasarkan cerita Mahabarata).
3. Dewi Drupadi dalam cerita Mahabarata yang asli dari India merupakan istri dari kelima Pandawa (Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa), sedangkan dalam Mahabarata versi Indonesia, Drupadi hanyalah istri dari Yudhistira karena dalam Islam tidak mengenal Poliandri.
4. Dalam Mahabarata asli India, dewa tertinggi adalah Syiwa, Wisnu, dan Brahma. Sedangkan dalam Mahabarata versi Indonesia terdapat karakter Dewa Ruci (dikenal dengan nama Sang Hyang Wenang atau Sang Hyang Tunggal) yg merupakan dewa dari para dewa.
5. Yang menjadi ciri khas pengaruh Islam dalam pewayangan adalah diajarkannya egaliterialisme yaitu kesamaan derajat manusia di hadapan Allah dengan dimasukannya tokoh-tokoh punakawan seperti Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Semar (Sang Hyang Ismaya) dalam cerita Mahabarata versi Indonesia merupakan kakak dari dewa Syiwa. Semar dalam versi Indonesia diceritakan menolak untuk dijadikan raja dari para dewa di kahyangan dan lebih memilih untuk menjadi manusia biasa sebagai batur (pembantu) dari para pandawa. Disini diceritakan bahwa Semar jauh lebih sakti dari dewa Syiwa, setiap dewa Syiwa mau menghukum Pandawa, Semar selalu membela pandawa dan dewa Syiwa benar-benar takut apabila disuruh berhadapan dengan Semar (dalam cerita mahabarata versi Indonesia, dewa Syiwa digambarkan sebagai karakter egois yang selalu ingin menang sendiri).
6. Pada sekitar abad 15, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan Mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.
Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Nama-nama candi peninggalan kerajaan Kalingga dan nama tempat yg terletak di dataran tinggi Dieng di Kab Wonosobo dan Banjarnegara semuanya berasal dari dunia pewayangan. misalnya:
1. Candi Gatotkaca, candi Arjuna, candi Semar, candi Srikandi (istri arjuna), candi Puntadewa (Yudhistira), candi Sembadra (istri Arjuna), candi Bima.
2. Kawah Candradimuka (bener kawah), Sumur Jalatunda (kaldera dengan tebing yg curam dan danau di dasarnya).
3. Goa Semar (goa vulkanik dengan bau belerang yg sangat menyengat, serasa berada di puncak gunung Merapi), telaga Merdada (danau vulkanik).
Masyarakat setempat beranggapan bahwa Dieng Plateau adalah tempat asal muasal dari cerita pewayangan.
Sumber: http://cahtsmb.blogspot.com/2012/03/perbedaan-wayang-dalam-budaya-hindu-dan.html
No comments:
Post a Comment