M. Gamma Haezy X IPS (25)
Kotagede terletak 10 Km arah tenggara dari Kota Yogyakarta. Di tempat ini kita dapati berbagai macam perhiasan dan interior yang terbuat dari perak. Kota kuno itu adalah bekas ibukota Kerajaan Mataram yang awalnya dibuka oleh Ki Ageng Pemanahan abad 16 M. Kotagede merupakan jembatan yang menghubungkan antara tradisi Hindu - Budha dan Islam, hal itu terlihat pada peninggalan kuno kompleks masjid makam Panembahan Senopati beserta keluarganya.
Sisa-sisa peninggalan Kerajaan Mataram berupa pintu gerbang masuk komplek Makam Kotagede yang berbentuk gapura paduraksa dan pohon beringin tua yang masih tumbuh kokoh sampai sekarang. Bangunan model paduraksa itu telah dikenal sejak masa Majapahit.
Masyarakat Kotagede yang mayoritas beragama Islam dikenal mempunyai etos kerja yang tinggi, mereka berdagang dan membuat kerajinan tangan dari perak. Kemampuan berdagang ini meruapakan warisan turun temurun. Orang Kalang pada masa kejayaan Mataram di Kotagede menjadi konglomerat-konglomerat pribumi yang hebat. Kejayaan Kotagede di masa lampau masih dapat disaksikan hingga sekarang. Ukir-ukiran yang dipahatkan pada kerangka bangunan rumah-rumah orang Kalang menunjukkan kemewahan pada zamannya.
Di makam Kotagede sumere para pepundhen Mataram antara lain : Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, Penembahan Sedo Krapayak, Kanjeng Ratu Kalinyamat, Kanjeng Ratu Retno Dumilah, Nyai Ageng Nis, Panembahan Joyoprono, Nyai Ageng Mataram, Nyai Ageng Pati, Nyai Ageng Juru Mertani dan lain-lain.
Sisa-sisa peninggalan Kerajaan Mataram berupa pintu gerbang masuk komplek Makam Kotagede yang berbentuk gapura paduraksa dan pohon beringin tua yang masih tumbuh kokoh sampai sekarang. Bangunan model paduraksa itu telah dikenal sejak masa Majapahit.
Masyarakat Kotagede yang mayoritas beragama Islam dikenal mempunyai etos kerja yang tinggi, mereka berdagang dan membuat kerajinan tangan dari perak. Kemampuan berdagang ini meruapakan warisan turun temurun. Orang Kalang pada masa kejayaan Mataram di Kotagede menjadi konglomerat-konglomerat pribumi yang hebat. Kejayaan Kotagede di masa lampau masih dapat disaksikan hingga sekarang. Ukir-ukiran yang dipahatkan pada kerangka bangunan rumah-rumah orang Kalang menunjukkan kemewahan pada zamannya.
Di makam Kotagede sumere para pepundhen Mataram antara lain : Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, Penembahan Sedo Krapayak, Kanjeng Ratu Kalinyamat, Kanjeng Ratu Retno Dumilah, Nyai Ageng Nis, Panembahan Joyoprono, Nyai Ageng Mataram, Nyai Ageng Pati, Nyai Ageng Juru Mertani dan lain-lain.
Kotagede sekarang digunakan sebagai nama sebuah kecamatan di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Semula, Kotagede adalah nama sebuah kota yang merupakan Ibukota Kerajaan Mataram Islam. Selanjutnya kerajaan itu terpecah menjadi Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Wilayah Kecamatan Kotagede sebagian merupakan bagian dari bekas Kota Kotagede ditambah dengan daerah sekitarnya. Sedangkan bagian lain dari bekas Kota Kotagede berada di wilayah Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Kondisi seperti itu kadang-kadang menyulitkan untuk membangun Kotagede dalam konteks sebagai bekas Kota yang masyarakatnya mempunyai kesatuan sosiologis dan antropologis. Sampai sekarang masyarakat bekas Kota Kotagede dalam kegiatan sosial sehari-hari masih sangat solid dalam kesatuan itu. Kesulitan pembangunan oleh pemerintah muncul ketika penanganan dilakukan oleh stake-holder pemerintah di tingkat Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pemerintah Kota Yogyakarta hanya mampu menyentuh wilayah bekas Kota Kotagede yang masuk wilayah Kota Yogyakarta. Demikian juga Pemerintah Kabupaten Bantul hanya bisa meneyentuh wilayah yang masuk Kabupaten Bantul.
Soliditas masyarakat tersebut mewujudkan sebuah kesatuan wilayah yang tak terpisahkan sebagaimana dulu batas wilayah Kota Kotagede ini masih eksis. Wilayah bekas Kota Kotagede harus ditangani oleh dua unit Pemerintah yang berbeda. Dalam konteks otonomi daerah sekarang ini, ketika kewenangan tingkat Kabupaten dan Kota relatif besar, makin terasakan betapa mereka harus menghadapi 2 (dua) kebijakan yang berbeda untuk satu kesatuan wilayah tersebut. Salah satu contoh permasalahan yang segera dapat dilihat atau dirasakan masyarakat adalah bila menyangkut penanganan kawasan heritage. Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul mempunyai perbedaan prioritas. Maka masyarakat Koatagede harus atau lebih sering berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebagai kota tua bekas Ibukota kerajaan, Kota Kotagede merupakan kota warisan (heritage) yang amat berpotensi bagi kemakmuran masyarakatnya. Namun hambatan pembagian wilayah pemerintahan akan terus menjadi permasalahan yang tak pernah dibahas dalam tingkat kemauan politik, kecuali masyarakatnya menghendaki.
Daerah ini dikenal dengan kerajinan peraknya yang terletak di sepanjang Jalan Kemasan hingga pertigaan ex-Bioskop Istana. Selain itu di Kotagede juga terdapat Makam Raja-Raja terdahulu Mataram antara lain makam Panembahan Senopati (pendiri Mataram). Namun kemudian makam Raja-Raja Mataram selanjutnya dipindahkan ke daerah Imogiri oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo (Raja Mataram yang menyerang Batavia).
Suasana tradisional masih sangat terasa di kota ini, misalnya terlihat di Komplek Mesjid Agung Kotagede yang terasa masih seperti di lingkungan Kraton, dimana lengkap dengan pagar batu berelief mengelilingi mesjid, pelataran yang luas dimana terdapat beberapa pohon sawo kecik, serta sebuah Bedug berukuran besar yang umurnya sudah sangat tua, setua Mesjid Agung Kotagede sendiri.
Apabila keluar dari Komplek Makam Raja-Raja kita akan disambut oleh kemeriahan Pasar Kotagede yang selalu ramai setiap hari. Namun anda akan menemukan suatu suasana lain apabila anda datang ke Pasar Kotagede di kala tanggalan Jawa menunjukkan pasaran/hari Legi. Pasar Kotagede akan bertambah ramai dan sesak baik oleh penjual maupun pembeli, bahkan area pasar bisa bertambah hingga depan Kantor Pos/TK ABA. Oleh karena itu, oleh sebagian besar penduduk Kotagede, pasar ini lebih dikenal dengan nama Pasar Legi.
Soliditas masyarakat tersebut mewujudkan sebuah kesatuan wilayah yang tak terpisahkan sebagaimana dulu batas wilayah Kota Kotagede ini masih eksis. Wilayah bekas Kota Kotagede harus ditangani oleh dua unit Pemerintah yang berbeda. Dalam konteks otonomi daerah sekarang ini, ketika kewenangan tingkat Kabupaten dan Kota relatif besar, makin terasakan betapa mereka harus menghadapi 2 (dua) kebijakan yang berbeda untuk satu kesatuan wilayah tersebut. Salah satu contoh permasalahan yang segera dapat dilihat atau dirasakan masyarakat adalah bila menyangkut penanganan kawasan heritage. Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul mempunyai perbedaan prioritas. Maka masyarakat Koatagede harus atau lebih sering berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebagai kota tua bekas Ibukota kerajaan, Kota Kotagede merupakan kota warisan (heritage) yang amat berpotensi bagi kemakmuran masyarakatnya. Namun hambatan pembagian wilayah pemerintahan akan terus menjadi permasalahan yang tak pernah dibahas dalam tingkat kemauan politik, kecuali masyarakatnya menghendaki.
Daerah ini dikenal dengan kerajinan peraknya yang terletak di sepanjang Jalan Kemasan hingga pertigaan ex-Bioskop Istana. Selain itu di Kotagede juga terdapat Makam Raja-Raja terdahulu Mataram antara lain makam Panembahan Senopati (pendiri Mataram). Namun kemudian makam Raja-Raja Mataram selanjutnya dipindahkan ke daerah Imogiri oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo (Raja Mataram yang menyerang Batavia).
Suasana tradisional masih sangat terasa di kota ini, misalnya terlihat di Komplek Mesjid Agung Kotagede yang terasa masih seperti di lingkungan Kraton, dimana lengkap dengan pagar batu berelief mengelilingi mesjid, pelataran yang luas dimana terdapat beberapa pohon sawo kecik, serta sebuah Bedug berukuran besar yang umurnya sudah sangat tua, setua Mesjid Agung Kotagede sendiri.
Apabila keluar dari Komplek Makam Raja-Raja kita akan disambut oleh kemeriahan Pasar Kotagede yang selalu ramai setiap hari. Namun anda akan menemukan suatu suasana lain apabila anda datang ke Pasar Kotagede di kala tanggalan Jawa menunjukkan pasaran/hari Legi. Pasar Kotagede akan bertambah ramai dan sesak baik oleh penjual maupun pembeli, bahkan area pasar bisa bertambah hingga depan Kantor Pos/TK ABA. Oleh karena itu, oleh sebagian besar penduduk Kotagede, pasar ini lebih dikenal dengan nama Pasar Legi.
GERBANG MAKAM KOTAGEDE: Inilah gerbang masuk makam Kotagede, di sini nampak perpaduan unsur bangunan Hindu dan Islam.
MASJID MAKAM KOTAGEDE: Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak peninggalan masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang bangunannya bercorak Jawa.
BANGSAL DUDA: Di sinilah tempat peziarah mendapatkan informasi dari jurukunci makam yang berasal dari Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta. Di tempat ini jugalah peziarah menanggalkan pakaiannya untuk berganti pakaian peranakan jika hendak memasuki komplek makam.
KERAJINAN PERAK: Perak Kotagede sangat terkenal hingga ke mancanegara, kerajinan ini warisan dari orang-orang Kalang.
PENJUAL KIPO: Makanan tradisional ini sangat khas dan hanya ada di Kotagede, terbuat dari kelapa, tepung, dan gula merah.
Sumber: http://www.kaskus.co.id/post/000000000000000126650645#post000000000000000126650645
No comments:
Post a Comment