Tiara Sahfitri (36)
Suku Baduy atau
Kanekes merupakan suatu kelompok masyarakat Sunda, terletak di Kab.Lebak,
Banten. Sebutan “Baduy” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar
kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda
yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan
masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena
adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah
tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau
“orang Kanekes” sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu
kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo.
Dan Menurut Para
sepuh atau Kokolot Jaman dulu. Bahwa suku Baduy atau Urang Kanekes Berasal dari
tiga tempat, sehingga ada perbedaan diantara mereka pula.
I.Berasal dari Kerajaan Padjajaran/Bogor
ilustrasi Prabu Siliwangi
Konon pada sekitar
abad ke XI dan XII Kerajaan Pajajaran menguasai seluruh tanah Pasundan yakni
dari Banten, Bogor, priangan samapai ke wilayah Cirebon, pada waktu itu yang
menjadi Rajanya adalah PRABU BRAMAIYA MAISATANDRAMAN dengan gelar PRABU
SILIWANGI.
Kemudian pada
sekitar abad ke XV dengan masuknya ajaran Agama Islam yang dikembangkan oleh
saudagar-saudagar Gujarat dari Saudi Arabia dan Wali Songo dalam hal ini adalah
SUNAN GUNUNG JATI dari Cirebon, dari mulai Pantai Utara sampai ke selatan
daerah Banten, sehingga kekuasaan Raja semakin terjepit dan rapuh dikarenakan
rakyatnya banyak yang memasuki agama Islam. Akhirnya raja beserta senopati dan
para ponggawa yang masih setia meninggalkan keraan masuk hutan belantara kearah
selatan dan mengikuti Hulu sungai, mereka meninggalkan tempat asalnya dengan
tekad seperti yang diucapkan pada pantun upacara Suku Baduy “ Jauh teu puguh nu
dijugjug, leumpang teu puguhnu diteang , malipir dina gawir, nyalindung dina
gunung, mending keneh lara jeung wiring tibatan kudu ngayonan perang jeung
paduduluran nu saturunan atawa jeung baraya nu masih keneh sa wangatua”
Artinya : jauh
tidak menentu yang tuju ( Jugjug ),berjalan tanpa ada tujuan, berjalan ditepi
tebing, berlindung dibalik gunung, lebih baik malu dan hina dari pada harus
berperang dengan sanak saudara ataupun keluarga yang masih satu turunan “
Keturunan ini yang
sekarang bertempat tinggal di kampong Cibeo ( Baduy Dalam ) dengan ciri-ciri :
berbaju putih hasil jaitan tangan ( baju sangsang ), ikat kepala putih, memakai
sarung biru tua ( tenunan sendiri ) sampai di atas lutut, dan sipat
penampilannya jarang bicara ( seperlunya ) tapi ramah, kuat terhadap Hukum
adat, tidak mudah terpengaruh, berpendirian kuat tapi bijaksana.
II. Berasal dari Banten Girang/Serang
sketsa Sultan Hasanuddin,Banten
Menurut cerita
yang menjadi senopati di Banten pada waktu itu adalah putra dari Prabu
Siliwangi yang bernama Prabu Seda dengan gelar Prabu Pucuk Umun setelah Cirebon
dan sekitarnya dikuasai oleh Sunan Gunung Jati, maka beliau mengutus putranya
yang bernama Sultan Hasanudin bersama para prajuritnya untuk mengembangkan
agama Islam di wilayah Banten dan sekitarnya.
Sehingga situasi
di Banten Prabu Pucuk Umun bersama para ponggawa dan prajurutnya meninggalkan
tahta di Banten memasuki hutan belantara dan menyelusuri sungai Ciujung sampai
ke Hulu sungai , maka tempat ini mereka sebut Lembur Singkur Mandala Singkah
yang maksudnya tempat yang sunyi untuk meninggalkan perang dan akhirnya tempat
ini disebut GOA/ Panembahan Arca Domas yang sangat di keramatkan.
Keturunan ini yang
kemudian menetap di kampung Cikeusik ( Baduy Dalam ) dengan Khas sama dengan di
kampong Cikeusik yaitu : wataknya keras,acuh, sulit untuk diajak bicara ( hanya
seperlunya ), kuat terhadap hukum Adat, tidak mudah menerima bantuan orang lain
yang sifatnya pemberian, memakai baju putih ( blacu ) atau dari tenunan serat
daun Pelah, iket kepala putih memakai sarung tenun biru tua ( diatas lutut ).
III. Berasal dari Suku Pangawinan (
campuran )
suku Badui
Yang dimaksud suku
Pengawinan adalah dari percampuran suku-suku yang pada waktu itu ada yang
berasal dari daerah Sumedang, priangan, Bogor, Cirebon juga dari Banten. Jadi
kebanyakanmereka itu terdiri dari orang-orang yang melangggar adat sehingga
oleh Prabu Siliwangi dan Prabu Pucuk Umun dibuang ke suatu daerah tertentu.
Golongan inipun ikut terdesak oleh perkembangan agama Islam sehingga kabur
terpencar kebeberapa daerah perkampungan tapi ada juga yang kabur kehutan
belantara, sehingga ada yang tinggal di Guradog kecamatan Maja, ada yang terus
menetap di kampong Cisungsang kecamatan Bayah, serta ada yang menetap di
kampung Sobang dan kampong Citujah kecamatan Muncang, maka ditempat-tempat
tersebut di atas masih ada kesamaan ciri khas tersendiri.
Adapun sisanya
sebagian lagi mereka terpencar mengikuti/menyusuri sungai Ciberang, Ciujung dan
sungai Cisimeut yang masing-masing menuju ke hulu sungai, dan akhirnya golongan
inilah yang menetap di 27 perkampungan di Baduy Panamping ( Baduy Luar ) desa
Kanekes kecamatan Leuwidamar kabupaten Lebak dengan cirri-cirinya ; berpakaian
serba hitam, ikat kepala batik biru tua, boleh bepergian dengan naik kendaraan,
berladang berpindah-pindah, menjadi buruh tani, mudah diajak berbicara tapi
masih tetap terpengaruh adanya hukum adat karena merekan masih harus patuh dan
taat terhadap hukum adat.
Dari Suku Baduy
panamping pada tahun 1978 oleh pemerintah diadakan proyek PKMT ( Pemukiman Kembali Masyarakat Terasing ) yang lokasinya di kampung Margaluyu dan
Cipangembar desa Leuwidamar kecamatan Leuwidamar dan terus dikembangkan oleh
pemerintah proyek ini di kampung Kopo I dan II, kampung Sukamulya dan kampung
Sukatani desa Jalupangmulya kecamatan Leuwidamar . Suku Baduy panamping yang
telah dimukimkan inilah yang disebut Baduy Muslim, dikarenakan golongan ini
telah memeluk agama Islam, bahkan ada yang sudah melaksanakan rukun Islam yang
ke 5 yaitu memunaikan ibadah Haji.
sumber: putrasubuh.wordpress.com
No comments:
Post a Comment