Oleh : SS-Hauptsturmfuhrer Ajisaka Lingga Bagaskara
Sejak awal abad ke-16 terjadi perubahan tata jaringan perdagangan dan pelayaran di kawasan Nusantara. Perubahan itu bermula dari peristiwa penaklukkan Malaka oleh Bangsa Portugis pada tahun 1511. Kondisi tersebut diikuti pula oleh kemunculan pusat-pusat kekuasaan baru di Kepulauan Nusantara menggantikan posisi Malaka.
A. PERUBAHAN JARINGAN PERDAGANGAN DAN PELAYARAN SERTA TERBENTUKNYA PUSAT-PUSAT KEKUASAAN BARU DI KEPULAUAN INDONESIA SERTA ASIA TENGGARA SETELAH JATUHNYA MALAKA
Aceh awal Abad ke-18.
Pada akhir abad ke-15 Malaka berhasil mendudukkan dirinya sebagai salah satu pusat perdagangan di Asia umumnya dan Nusantara khususnya. Banyak sekali pedagang asing yang berhubungan dengan Malaka. Tome Pires menyebutkan pedagang-pedagang itu berasal dari Kairo, Mekah, Aden, Abesinia, Armenia, Gujarat, Cina, Malabar, Sailan, Persia, Turki, Siam, Pegu, Pattani, Campa, Cina dan beberapa negeri di Nusantara. Tujuan utama kedatangan bangsa-bangsa dari arah barat dan timur Malaka itu tidak lain ingin memperoleh rempah-rempah.
Kesultanan Malaka didirikan sekitar abad ke-15 oleh seorang bangsawan Blambangan yang bernama Paramisora. Beliau dan pengikutnya melarikan diri ketika terjadi penyerangan pasukan Majapahit ke wilayahnya pada tahun 1377. Mereka kemudian menetap di dusun nelayan Malaka dan membangunnya menjadi sebuah pelabuhan. Malaka berhasil terwujud menjadi sebuah pelabuhan penting dan ramai yang kerap sekali dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai negara. Kemajuan Malaka itu disebabkan letaknya yang strategis di dekat Selat Malaka yang merupakan jalur utama perdagangan internasional.
Sejak tahun 1405 Malaka berubah menjadi sebuah kesultanan. Bersamaan dengan hal itu, Paramisora lantas memasuki agama Islam dan berganti nama menjadi Sultan Iskandar Syah. Penggantinya ialah Sultan Muhammad Iskandar Syah, kemudian Sultan Mudzafar Syah. Di bawah pimpinan Sultan Mudzafar Syah, kedudukan Malaka semakin penting dan menjadi pusat perdagangan antara dunia timur dan dunia barat. Malaka mengalami kemajuan pesat melebihi Samudera Pasai, bahkan mampu pula menguasai Pahang, Kampar, dan Indragiri.
Kesultanan Malaka mencapai puncak kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1458-1477). Bersama Laksamana Hang Tuah, Sultan Mansyur Syah berhasil memperbesar dan mengembangkan kekuasaan Malaka menjadi sebuah kesultanan yang sangat kuat. Kebesaran Kesultanan Malaka turut diperkokoh oleh penggantinya, Sultan Alaudin Syah (1477-1488). Namun, sepeninggal Sultan Alaudin Syah, kebesaran Malaka tidak dapat dipertahankan. Sultan Mahmud Syah (1488-1511) ternyata seorang sultan yang kurang cakap dan sangat lemah dalam hal mengendalikan pemerintahan. Lambat laun kejayaan Malaka memudar. Keadaan tersebut semakin memburuk sejak hadirnya bangsa Portugis di Malaka pada tahun 1509. Akhirnya, kekuasaan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada Agustus 1511. Malaka tidak mampu menghadapi gempuran tentara Portugis yang lebih kuat, maju, dan lengkap persenjataannya.
Sejak kejatuhan Malaka pada tahun 1511, Kesultanan Aceh muncul menjadi pusat perdagangan baru di kawasan Nusantara. Hal ini diperkuat oleh kemampuan Aceh menyediakan komoditas lada dan sukses melakukan ekspansi terhadap kota-kota pelabuhan di pantai yang terletak di barat dan timur Sumatera. Para pedagang Nusantara kemudian berusaha menghindari Malaka yang telah dikuasai bangsa Portugis. Oleh karena itu, berubahlah tata jatingan pelayaran dan perdagangan yang sebelumnya melewati Selat Malaka kemudian menyusuri pantai barat Sumatera ketika akan mengunjungi Aceh.
Selain Aceh, Bandar Banten juga dijadikan alternatif kedua untuk dikunjungi oleh para pedagang Nusantara. Banten ternyata mampu pula memperkuat pemasaran lada yang didatangkan dari Lampung. Dalam abad ke-17 perdagangan lada memegang peranan utama dan sekaligus menjadi penentu pergeseran pusat perdagangan dan pelayaran di Nusantara. Kemajuan perdagangan Banten didukung pula oleh kehadiran dari para pelarian pedagang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Mereka hijrah ke Banten karena Sultan Mataram melakukan penghancuran terhadap kota-kota pelabuhan di pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur karena tidak mau tunduk kepada Mataram. Akibatnya, posisi Banten menjadi kuat dan sebelah barat Jawa tidak pernah dapat ditaklukkan oleh Mataram. Apalagi Banten telah bersekutu dengan Makassar demi memperkuat kedudukannya tersebut.
Dengan merosotnya peran pelabuhan-pelabuhan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, muncullah pula Makassar sebagai pusat perdagangan baru di wilayah Nusantara timur. Sejak kejatuhan Malaka, bandar Sombaopu di Makassar banyak didatangi oleh pedagang-pedagang Melayu yang terkenal ulet dan pandai dalam berdagang. Di antara mereka banyak yang kemudian menetap di Makassar, bahkan ikut pula memajukan perdagangan di kesultanan tersebut. Aliran migrasi orang-orang Melayu ke Makassar semakin bertambah besar karena Aceh terus menerus melakukan penggempuran terhadap Johor dan pelabuhan-pelabuhan di Semenanjung Melayu yang menjadi saingannya.
Dengan demikian, sebelum jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, rute pelayaran dan perdagangan Nusantara adalah Maluku-Jawa-Selat Malaka, sedangkan setelah Malaka jatuh, berubah tata jaringan menjadi Maluku-Makassar-Selat Sunda-pantai barat Sumatera. Sehubungan dengan perubahan tersebut, pelabuhan Sunda Kelapa mulai menunjukkan gejala kemajuan sebagai bandar dagang. Kedudukan strategis itu kemudian dimanfaatkan VOC dengan cara menundukkan dan menjadikan pusat kekuasaan dengan nama batu,Batavia.
B. PETA PUSAT-PUSAT PERDAGANGAN DAN KEKUASAAN SERTA JALUR PELAYARAN SEBELUM DAN SETELAH KEJATUHAN MALAKA
Pada akhir abad ke-15 kekuasaan Majapahit yang amat luas telah lenyap. Mulai saat itu lahir dan berkembang pusat-pusat kekuasaan baru yang memiliki pusat-pusat perdagangan. Pusat-pusat kekuasaan dan perdagangan itu di antaranya Malaka, Samudera-Pasai, Aceh, Demak, Banten, Ternate, Tidore, dan Gowa-Tallo. Di antara semua itu, Malaka paling maju sebab Malaka merupakan pintu gerbang kapal-kapal yang hendak menuju dan meninggalkan Nusantara. Pada akhir abad ke-15 tata jaringan pelayaran dan perdagangannya dapat dilihat pada peta berikut.
Peta jaringan pelayaran dan perdagangan pada akhir abad ke-15. Keterangan: I.Malaka; II.Samudera Pasai; III.Banten; IV.Demak; V.Banjar; VI.Makassar; VII.Ternate & Tidore.
Sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, pusat-pusat perdagangan dan tata jaringan perdagangan dan pelayaran Nusantara dapat digambarkan pada peta berikut.
Pusat-pusat perdagangan dan tata jaringan perdagangan dan pelayaran Nusantara sesudah jatuhnya Malaka. Keterangan: I.Samudera Pasai; II.Banten; III.Demak; IV:Banjar; V:Makassar; VI:Ternate & Tidore.
sumber: Buku "Kronik" Sejarah, terbitan Yudhistira, http://indonesian-persons.blogspot.com/2013/04/proses-terbentuknya-pusat-pusat.html
No comments:
Post a Comment